Finroll.com
- Keluarga besar dan direksi Finroll.com mengucapkan selamat merayakan
Hari kemerdekaan RI yang ke- 66 yang jatuh pada tanggal 17 kemarin
MERDEKA.
Masih dalam suasana kemerdekaan RI, kali ini Finroll.com
akan membahas beberapa 9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme
Penontonnya, diantaranya adalah :
9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme
1. Trilogi Merdeka
Trilogi
Merdeka dapat dikatakan sebagai film yang paling tepat untuk ditonton
saat perayaan Hari Kemerdekaan. Mengapa? Karena film ini benar-benar
menyuguhkan kisah mengenai perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan.
Trilogi ini dimulai tahun 2009 dengan perilisan film
pertama berjudul Merah Putih, disusul Darah Garuda di tahun 2010, dan
terakhir Hati Merdeka di tahun 2011. Ini adalah film trilogi perjuangan
pertama Indonesia yang berani menyajikan rentetan adegan peperangan yang
epik.
Sepanjang pembuatannya sejak tahun 2008, film ini telah
mengundang perhatian banyak pihak karena digarap oleh tangan-tangan
profesional yang sejarah karirnya sudah mendunia. Film ini memiliki
kekuatan di segi visual efek yang dikerjakan oleh orang-orang yang ahli
di bidangnya yang pernah menggarap film-film box office Hollywood.
Film
ini pada intinya berkisah mengenai perjuangan sekumpulan tentara
Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan
mempertahankannya hingga titik darah penghabisan. Konflik di film ini
tidak hanya berkisar peperangan semata, namun juga mengenai isu
keberagaman suku dan budaya yang memang selalu ada di tengah masyarakat
Indonesia yang heterogen. Film ini memiliki semua unsur yang dimiliki
Indonesia sebagai negara kesatuan yang sarat dengan perbedaan. It's a
must see movie!
Sutradara: Yadi Sugandi
Pemain: Darius Sinathrya, Lukman Sardi, Donny ALamsyah, Teuku Rifku Wikana, Rahayu Saraswati, Astri Nurdin
Studio: Media Desa Indonesia dan Margate House
Tahun rilis: 2009, 2010, 2011
2. Nagabonar Jadi 2
Tidak
ada yang lebih baik dari menyaksikan film ini saat merayakan
detik-detik kemerdekaan Indonesia. Film terlaris tahun 2007 yang
merupakan sekuel dari film terdahulunya, Nagabonar (1987) ini masih saja
terasa fresh walaupun disaksikan berulang kali. Menyaksikan film ini
tidak membutuhkan energi dan konsentrasi penuh karena pada dasarnya film
ini dikemas dengan sederhana, dengan plot yang simpel dan segudang joke
yang menyegarkan. Sang legenda, Nagabonar, kembali diperankan dengan
sangat brilian oleh Deddy Mizwar, didampingi Tora Sudiro yang berperan
sebagai Bonaga, anak laki-lakinya yang telah berubah menjadi pengusaha
sukses di Jakarta.
Nagabonar tentu saja sudah tidak lagi berkutat
dengan perjuangannya melawan tentara Jepang. Kali ini, ia berusaha
melawan perubahan dan penyimpangan yang terjadi di tubuh Indonesia, di
mana para pahlawan tidak lagi dihormati dan dihargai jasa-jasanya.
Generasi muda Indonesia banyak melupakan dasar-dasar nasionalisme yang
membuat mereka berhenti memperjuangkan kemerdekaan mereka-di kondisi dan
dengan cara mereka sendiri.
Film ini dianggap sebagai film yang
berhasil menyentil sisi sentimentil setiap orang yang
menyaksikannya-khususnya mengenai nationality matter. Anda akan dibuat
tertawa terbahak-bahak, menitikkan air mata, atau menggeram kesal saat
mengikuti setiap adegan di film ini.
Sutradara: Deddy Mizwar
Pemain:
Deddy Mizwar, Tora Sudiro, Sandra Dewi, Wulan Guritno, Lukman Sardi,
Uli Herdinansyah, Darius Sinathrya, Michael Muliadro
Studio: Demi Gisela Citra Sinema
Tahun rilis: 2007
3. Denias: Senandung di Atas Awan
Film
yang satu ini juga sedikit banyak akan mengilik sisi nasionalisme
penontonnya. Berkisah mengenai perjuangan seorang anak di pedalaman
Papua untuk mengejar pendidikan, film ini menjabarkan begitu banyak
fakta mengenai keadaan pendidikan Indonesia di pulau paling timur
Indonesia tersebut.
Bukan Alenia Pictures namanya jika tidak
memberikan makna mendalam di tiap filmnya. Begitu juga pesan yang
terkandung di dalam film ini. Walaupun dikemas untuk dinikmati keluarga,
film ini sebenarnya berisi pesan penting yang ingin disampaikan kepada
setiap orang yang menyaksikannya: ketidakmerataan pendidikan dan fakta
bahwa belum semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.
Film ini berhasil lulus seleksi penjurian untuk kategori Film Asing penghargaan Academy Awards ke-80 tahun 2008 lalu.
Sutradara: John De Rantau
Pemain: Mathias Muchus, Nia Zulkarnaen, Ari Sihasale, Macella Zalianty
Studio: Alenia Pictures
Tahun rilis: 2006
4. Batas
Film
yang satu ini digarap tanpa main-main. Lihat saja deretan pemeran dan
kru yang turut andil di dalamnya. Disutradarai Rudi Soedjarwo, film ini
seakan semakin menunjukkan "taringnya" di bawah tangan dingin Slamet
Rahardjo sebagai penulis naskah.
Film ini mengangkat kehidupan
TKI Indonesia di perbatasan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia,
Entikong. Di sana, tokoh Jaleswari (Marcella Zalianty), seorang guru
yang meninggalkan kehidupannya yang nyaman di Jakarta untuk membereskan
permasalahan pendidikan di Entikong, menemukan banyak fakta baru
mengenai TKI Indonesia yang ternyata hidup dalam keterbatasan dan
kemalangan. Belum lagi, kondisi pendidikan di daerah itu yang sangat
memprihatinkan, membuat Jaleswari memutuskan untuk melakukan sesuatu
demi (sebagian kecil) sesama saudaranya di negara tercinta Indonesia.
Satu lagi film berbobot yang patut Anda tonton!
Sutradara: Rudi Soedjarwo
Pemain: Marcella Zalianty, Arifin Putra, Ardina Rasti, Jajang C. Noer, Piet Pagau
Studio: Keana Production
Tahun rilis: 2011
5. Gie
Film
ini merupakan salah satu film favorit saya. Membaca judulnya, sudah
pasti semua orang bisa menebak jika film ini terinspirasi dari kisah
hidup aktivis keturunan Tionghoa, Soe Hok Gie. Film ini mengisahkan
kehidupan Gie mulai dari masa remaja, duduk di bangku kuliah, hingga
perjuangannya melawan pemerintahan Presiden Soekarno yang saat itu
berkaitan erat dengan PKI.
Sikap dan pemikiran Gie tertuang di
buku hariannya yang kemudian diterbitkan dengan judul "Catatan Seorang
Demonstan". Dari buku itulah, Riri Riza dan Mira Lesmana mengolahnya
dalam wujud visual. Menyaksikan film ini seakan ikut merasakan
perjuangan Gie dalam mengusahakan keadilan dan menyuarakan aspirasi
rakyat, khususnya dari kalangan mahasiswa. Tidak ada yang lebih tepat
daripada menyaksikan film ini di hari kemerdekaan Indonesia.
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Nicholas Saputra, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Sita Nursanti, Jonathan Mulia, Donny Alamsyah, Robby Tumewu
Studio: Mirles Pictures
Tahun rilis: 2005
6. King
Another
great movie from Alenia Pictures! Kali ini, berkisah mengenai cita-cita
seorang anak untuk dapat menjadi pebulutangkis nasional. Dalam segala
keterbatasan dana yang dimiliki keluarganya, Guntur (Rangga Raditya),
tidak pernah berhenti bermimpi untuk dapat menjadi atlet profesional
yang akan membela negara tercintanya di dunia internasional, seperti
pebulutangkis idolanya, Liem Swie King.
Film ini memang dibuat
terinspirasi oleh prestasi yang ditorehkan Liem Swie King untuk
Indonesia di masa-masa kejayaan buku tangkis Indonesia tahun 1980-an.
Tidak hanya mengajak anak-anak Indonesia merajut mimpi, film ini juga
menyodorkan pesan mulia mengenai rasa nasionalisme yang muncul di dada
seorang anak yang hidup dengan sederhana. Bagaimana dengan Anda?
Sutradara: Ari Sihasale
Pemain: Rangga Raditya, Lucky Martin, Surya Saputra, Ariyo Wahab, Wulan Guritno
Studio: Alenia Pictures
Tahun rilis: 2009
7. Tanah Air Beta
Ingatkah
Anda dengan rumah produksi Alenia? Rumah produksi yang didirikan
pasangan suami-istri Ari Sihasale dan Nia Zulkanaen ini menjadi angin
segar untuk dunia perfilman Indonesia karena selalu menyajikan film-film
keluarga yang berkualitas dan sarat amanat. Salah satunya adalah Tanah
Air Beta yang mengangkat kehidupan keluarga yang terpisah akibat
pelepasan Timor Timur dari Indonesia pada tahun 1998 silam.
Nilai
nasionalisme di film ini sangat terasa saat salah satu tokoh utamanya,
Tatiana (Alexandra Gottardo), memilih untuk mengungsi ke Kupang, NTT,
bersama anak perempuannya, Merry (Griffit Patricia), karena tetap ingin
menjadi bagian dari RI. Keputusannya itu harus dibayar cukup mahal
karena harus berpisah dari anak laki-lakinya yang masih berada di Timor
Timur.
8. Garuda di Dadaku
Film keluarga
yang satu ini terasa begitu sarat dengan nilai nasionalisme saat si
tokoh utama, Bayu (Emir Mahira), seorang anak yang baru berusia 11
tahun, memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang pemain sepak bola
profesional dan bermain untuk membela negaranya di kancah internasional.
Konflik di film ini memang tidak begitu kompleks dan plotnya pun sangat
sederhana. Namun, itu semua tidak mengurangi makna mendalam yang ingin
disampaikan sang sutradara, Ifa Isfansyah, mengenai nilai-nilai
nasionalisme.
Jika Anda berpikir ini adalah film yang hanya cocok
disaksikan anak-anak-karena pemeran utamanya adalah anak-anak dan plot
yang disajikan terlalu sederhana dengan konflik klise yang menguji
persahabatan, sebaiknya berpikir ulang. Pada dasarnya, semua film
keluarga dapat disaksikan semua kalangan, tanpa terkecuali.
Rencananya, film ini akan dibuat sekuelnya dan produksinya sudah berlangsung sejak Juli lalu.
Sutradara: Ifa Isfansyah
Pemain: Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranegara, Ari Sihasale, Maudy Koesnaedi
Studio: Sbo Films Dam Mizan Productions
Tahun rilis: 2009
Film
ini terasa sangat spesial karena mengambil latar di Atambua, NTT.
Tentunya, tidak banyak atau bahkan belum ada film yang mengangkat
kehidupan masyarakat Atambua. Sebuah tayangan yang cukup menghibur dan
juga sangat edukatif.
Sutradara: Ari Sihasale
Pemain: Alexandra Gottardo, Griffit Patricia, Lukman Sardi, Ari Sihasale
Studio: Alenia Pictures
Tahun rilis: 2010
9. Minggu Pagi di Victoria Park
Film
ini mengangkat kisah mengenai nasib tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia
di Hong Kong. Judul "Minggu Pagi di Victoria Park" merujuk ke tradisi
para TKW Indonesia yang memang sering berkumpul di Victoria Park,
sekadar berbagi cerita mengenai kehidupannya masing-masing. Tidak banyak
atau bahkan baru kali ini ada film yang mengangkat kehidupan TKW
Indonesia, yang pada kenyataannya sering mendapatkan perlakuan
diskriminasi dari negaranya sendiri.
Menyaksikan film ini membuat
saya merenungkan banyak hal, termasuk fakta bahwa para TKW tersebut
berada dalam kondisi yang tidak memiliki pilihan lain kecuali
menjalankan hidup mereka di negara orang: suka ataupun tidak suka.
Melalui film ini, banyak hal yang bisa kita petik, salah satunya
menumbuhkan rasa empati terhadap mereka dan berusaha menghargai
perjuangan mereka untuk bertahan hidup. Yes, they belong to our country.
Sudah seharusnya mereka dihargai sepatutnya, seperti yang tertulis di
pintu kedatangan terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta: Selamat Datang
Pahlawan Devisa.
Sutradara: Lola Amaria
Pemain: Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Alamsyah, Donny Damara,
Distributor: Pic[k]lock Production
Tahun rilis: 2010